MAJELIS SHOLAWAT DAN DZIKIR MAJELIS123 MAJELIS SHOLAWAT DAN DZIKIR MAJELIS123

beranda

jam

Jumat, 01 November 2013

tentang bermzdab

Haram Bermazhab Karena Taqlid Buta dan Memecah Belah? Sun, 20 Jan 2013 07:04 - 3294 | fiqih Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabakatuh, Mohon pencerahan dari ustadz, tentang apa artinya mahzab. Dan mengapa harus ada mazhab? Sebab saya pernah diejek oleh para senior bahwa bermazhab itu mengajarkan kita bertaqlid dan fanatisme buta, bahkan menimbulkan perpecahan disana-sini. Oleh karena itu para senior saya melarang saya bermazhab, dan meminta saya untuk meninggalkan mazhab-mazhab yang sudah terlanjur saya pegang sejak saya kecil. Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabakatuh, Jawaban : Assalamu 'alaikum warahmatulallahi wabarakatuh, A. Pengertian Mazhab Fiqih 1. Bahasa Secara bahasa, kata mazhab (مذْهب) adalah bentuk kata dasarnya yaitu kata dzahaba (ذهب) yang berarti pergi. Mazhab adalah bentuk isim makan dan juga bisa menjadi isim zaman dari kata tersebut, sehingga bermakna : الطّرِيقُ ومكانُ الذِّهابِ وزمانُهُ Jalan atau tempat untuk berjalan, atau waktu untuk berjalan. Ahmad Ash-Shawi Al-Maliki menyebutkan bahwa makna etimologis dari mazhab adalah : محلُّ الذِّهابِ كالطّرِيْقِ المحْسُوْسةِ Tempat untuk pergi seperti jalanan secara fisik 2. Istilah Apapun makna secara istilah yang digunakan di dalam ilmu fiqih, kata mazhab itu didefinisikan oleh Az-Zarqani sebagai : مَا ذَهَبَ إِليْهِ إِمامٌ مِن الأئِمّةِ فيِ الأحْكامِ الاِجْتِهادِيّةِ Pendapat yang diambil oleh seorang imam dan para imam dalam masalah yang terkait dengan hukum-hukum ijtihadiyah. Kalau kita rinci lebiih jauh pengertian tentang mazhab di atas, maka kurang lebih penjelasannya sebagai berikut : a. Pendapat Mazhab pada hakikatnya adalah pendapat. Penjelasannya adalah bahwa tidak semua hukum-hukum syariah bisa dengan jelas ditemukan dasar dalilnya di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Ada begitu banyak hukum yang tidak mudah ditemukan dalilnya, bahkan boleh dikatakan bahwa justru sebagian besarnya justru tidak bisa dengan mudah didapat dalilnya dengan cara yang gamblang pada nash-nash syariah itu. Untuk itu para fuqaha, yaitu ulama yang ahli di bidang istimbath hukum, perlu melakukan berbagai upaya ijtihad untuk dapat mengeluarkan kesimpulan. Dalam prosesnya, memang tidak bisa dipungkiri bahwa kemudian muncul perbedaan-perbedaan antara satu dengan yang lain. Hal itu tentu terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Mazhab pada hakikatnya adalah sebuah kesimpulan hukum yang diambil. b. Imam Mazhab bukan sembarang pendapat yang keluar dari kepala sembarang orang. Tetapi mazhab tidak lain merupakan pendapat yang diambil oleh seseorang dengan kapasitas sebagai imam. Dalam hal ini yang perlu digaris-bawahi adalah istilah imam itu sendiri. Imam adalah gelar yang diberikan kepada ahli fiqih yang sudah sampai pada derajat yang paling tinggi, seumpama imam dalam sebuah shalat jamaah. Tidak semua orang boleh dianggap sebagai ulama. Dan tidak setiap ulama bisa masuk ke dalam kategori ahli fiqih. Dan tidak semua ahli fiqih masuk ke dalam kategori imam. Jumlah ulama mungkin bisa ribuan bahkan jutaan, tetapi jumlah imam mazhab hanya beberapa gelintir orang saja. Dan jumlah imam yang mazhabnya tetap tegak sejak masa awal didirikan hingga hari ini masih eksis hanya ada empat saja. Selebihnya banyak yang sudah punah dengan berbagai faktor. c. Hukum Ijtihadiyah Yang dimaksud dengan hukum ijtihadiyah adalah hukum-hukum yang kesimpulannya harus didapat lewat ijtihad. Sedangkan hukum-hukum yang sudah jelas dalilnya, maka bukan wilayah yang dibahas oleh sebuah mazhab fiqih. B. Berbagai Tuduhan Terhadap Mazhab Fiqih Ada begitu banyak tasykik (keraguan) yang diarahkan kepada mazhab fiqih, baik yang dilancarkan oleh orientalis musuh-musuh Islam, atau pun dilontarkan dari kalangan umat Islam sendiri, yang sekiranya ilmunya kurang mendalam dalam urusan kedudukan mazhab fiqih. Yang dari kalangan umat Islam sendiri ada dua macam, yaitu mereka yang semata-m ata awam dan kurang ilmu tapi mau belajar dan siap tercerahkan. Tetapi ada juga yang sudah bodoh, kurang ilmu, sikapnya mau menang sendiri dan merasa dirinya 100% mutlak selalu benar. Kita berlindung kepada Allah dari kedua sifat ini. Ada begitu banyak tuduhan yang dilancarkan, bertubi-tubi dan tidak pernah berhenti, seolah-olah orang yang bermazhan itu bertaqlid buta, melakukan bid'ah, menghidupkan jiwa fanatisme dan perpecahan, serta ketinggalan zaman. Tentu tuduhan-tuduhan itu sangat lemah, tidak berdasar dan mudah sekali dipatahkan. 1. Bermazhab Dituduh Bertaqlid Buta Kesalah-pahaman atas mazhab fiqih bahwa mazhab itu akan menghidupkan pola-pola taqlid buta. Padahal Allah memerintahkan kita untuk menggunakan akal dan pemikiran dan menjauhi sifat taqlid buta. وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.. (QS. Al-Isra' : 36) Jawaban Ada beberapa poin yang penting untuk menjawab tasykik ini. Pertama, bertaqlid itu ada yang hukumnya haram dan ada yang hukumnya halal bahkan wajib. Tergantung siapa yang bertaqlid dan kepada siapa dia bertaqlid, serta dalam masalah apa. Taqlid yang haram adalah taqlid kepada orang yang bukan ahli di bidangnya. Misalnya bertaqlid kepada orang jahil yang tidak mengerti ilmu syariah dalam masalah hukum halal dan haram. Taqlid kepada orang seperti ini hukum 100% haram. Sebab orang seperti ini tidak bisa memberi petunjuk, karena dirinya adalah orang jahil yang tidak punya ilmu. Sebaliknya, bertaqlid kepada Rasulullah SAW, para shahabat yang ahli ilmu serta kepada para ulama ahli waris Nabi SAW, maka jelas hukumnya 100% wajib. Dan bermazhab itu pada hakikatnya adalah bertaqlid kepada Rasulullah SAW, para shahabat dan para ulama yang menjadi pewaris Nabi. Kalau bukan bertaqlid kepada mereka, lalu apakah kita akan bertaqlid kepada orang lain? Kedua, kenapa kita harus bertaqlid? Meski Al-Quran dan Sunnah ada di depan mata kita, namun tidak ada satu pun di antara kita yang hidup pada saat Al-Quran itu diturunkan dan hadits nabi disampaikan. Antara kita dengan masa itu terbentang jarak waktu 14 abad lamanya. Maka segala pengetahuan kita tentang Al-Quran dan As-Sunnah sangat butuh terhadap informasi yang mengiringi keduanya. Dan informasi itu kita dapat lewat mazhab-mazhab fiqih.Sayangnya, tidak semua orang punya kemampuan untuk melakukan ijtihad. Dan urusan ijtihad ini tidak boleh dilakukan oleh orang yang ilmunya cuma setengah-setengah. Bayangkan kalau ada dokter bedah melakukan operasi pembedahan, tetapi ilmunya baru setengah. Begitu perut pasien dibelah, terus dia bilang, mohon maaf kemampuan saya baru sampai disini. Saya belum belajar tentang bagaimaan cara menjahit kembali perut yang sudah terlanjur dibelah. Wah, bisa celaka dokter gadungan seperti ini dibolehkan berpraktek. Maka kita-kita yang awam ini harus bertanya kepada yang ahli. Nah, yang namanya bertanya kepada yang ahli itulah yang namanya bertaqlid. Taqlid model begini tentu wajar dan boleh, malah harus hukumnya. 2. Bermazhab Dituduh Melakukan Bid'ah Mazhab fiqih juga sering dituduh sebagai bid'ah yang baru dalam masalah agama. Alasannya konon bahwa Rasulullah SAW dahulu hanya mewariskan dua perkara saja, yaitu Al-Quran dan Sunnah. تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا ماَ تَمَسَّكْتُمْ بِهماَ كَتاَبَ اللهِ وَسُنَةَ نَبِيِّهِ Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegangan teguh pada keduanya, yaituberupa kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya:. (HR. Malik) Sedangkan mazhab itu bukan warisan dari Rasulullah SAW dan tidak ada perintah untuk berpegang teguh kepada mazhab. Jawaban Untuk menjawab masalah ini, ada dua jawaban. Pertama, bahwa bermazhab itu bukan bid'ah. Sebab bid'ah itu hanya terbatas pada perbuatan yang melanggar prinsip-prinsip dasar agama. Sedangkan hal-hal yang bersifat teknis dalam beragama, para ulama sepakat tidak memasukkannya dalam kategori bid'ah. Contoh yang mudah dalam masalah ini adalah lahirnya berbagi macam disiplin ilmu yang terkait dengan ilmu agama, seperti ilmu nahwu, ilmu tajwid dan ilmu hadits. Semua ulama sepakat bahwa setiap muslim wajib mengetahui ilmu nahwu, ilmu tajwid dan juga ilmu hadits, karena tanpa semua ilmu itu, kita tidak tahu makna Al-Quran dan hadits, juga tidak bisa membaca Al-Quran dengan benar. Padahal ilmu Nahwu, ilmu Tajwid dan ilmu Hadits belum ada di masa Rasulullah SAW. Tidak ada satu pun shahabat Nabi SAW yang pernah membahas bahwa kedudukan fail itu selalu marfu' dan maf'ul itu selalu manshub. Dan Rasulullah SAW tidak pernah mengajarkan hukum nun mati bertemu dengan huruf izhar, idgham, ikhfa' dan iqlab. Di masa Nabi SAW tidak pernah ada istilah-istilah yang diciptakan kemudian seperti istilah hadits mutawatir, atau hadits shahih, hasan, dhaif atau maudhu'. Semua ilmu itu tidak pernah ada di masa Rasulullah SAW, bahkan sampai beberapa tahun kemudian. Namun belum pernah ada ulama yang berfatwa bahwa ilmu Nahwu, ilmu Tajwid atau ilmu Hadits hukumnya bid'ah. Kedua, kalau pun tetap mau dipaksakan istilah bid'ah, maka tidak semua perkara yang termasuk kategori bid'ah itu hukumnya haram. Misalnya tentang pencetakan buku yang isinya tentang ilmu agama. Mushaf Al-Quran yang di zaman Nabi SAW tidak pernah dicetak. Demikian juga dengan kitab-kitab hadits. Begitu juga dengan pendirian sekolah, ma'had, kampus dan universitas, yang mengajarkan dan mendidik para calon ulama. Semuanya belum pernah ada di masa Rasulullah SAW dan baru diciptakan oleh manusia beberapa puluh tahun sepeninggal beliau SAW. Dan semua itu masuk dalam kategori bid'ah juga. Hanya saja, tidak ada seorang pun yang pernah berfatwa bahwa orang yang membaca dari mushaf, atau membaca kitab-kitab agama, atau belajar di sekolah atau kampus sebagai pelaku bid'ah yang sesat dan dipastikan masuk neraka. Demikian juga halnya dengan mazhab. Meski pun keempat mazhab baru berdiri kurang lebih seratus tahun setelah Rasulullah SAW wafat, namun mazhab-mazhab itu mutlak dibutuhkan oleh umat Islam sepanjang zaman, sebagaimana umat Islam mutlak butuh mushaf dan kitab-kitab agama. Mengatakan bahwa mazhab itu bid'ah sebenarnya sama saja dengan berfatwa bahwa mushaf, kitab dan kampus itu bid'ah. 3. Bermazhab Dituduh Menghidupkan Fanatisme dan Perpecahan Banyak orang mengira bahwa dengan menggunakan mazhab fiqih berarti sama saja kita mundur ke belakang dan kembali kepada fanatisme kelompok dan bermuara kepada perpecahan di tengah umat Islam. Padahal Allah SWT mewajibkan umat Islam bersatu dan mengharamkan perpecahan. وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ Dan berpegang-teguhlah kalian pada tali Allah dan jangan berpecah belah. (QS. Ali Imran : 103) Jawaban Perbedaan pendapat itu tidak berarti perpecahan. Sebab para nabi dan rasul pun boleh berbeda pendapat, tetapi kita tidak mengatakan bahwa mereka telah berpecah belah. Demikian juga para malaikat yang mulia dan tidak punya nafsu itu bisa saja berbeda pendapat, sebagai kisah orang yang membunuh 99 nyawa ditambah satu nyawa. Tetapi kita tidak bisa menarik kesimpulan bahwa para malaikat telah berpecah-belah atau saling bermusuhan. Maka antara perbedaan pendapat dengan perpecahan dan permusuhan ada jurang pemisah yang sangat lebar. Perpecahan atau permusuhan itu biasanya tidak dipicu dari perbedaan pendapat, melainkan lebih sering dipicu dari rasa iri dan dengki, atau dendam yang dipendam lama dan dikipas-kipaskan oleh setan. Dan para ulama ketika berbeda pendapat, sama sekali jauh dari niat untuk berpecah belah. Justru mereka saling menghormati dan saling menghargai. Para ulama antar mazhab sudah terbiasa berbalas pujian satu dengan yang lain, karena sifat dan sikap tawadhdhu’ mereka yang memang merupakan ciri khas dan akhlaq paling dasar. Sedangkan perpecahan atau permusuhan biasanya terjadi antara pihak-pihak yang sakit hati, dan adanya persaingan yang tidak sehat. Memang kadang ada segelintir orang yang kurang ilmu membangga-banggakan gurunya dan kelompoknya, lalu dia membawa-bawa mazhab ketika berseteru dengan musuh-musuhnya. Padahal seandai orang belajar ilmu agama lewat jalur yang benar, tidak mungkin dia bersikap suka menyalahkan orang lain, atau mengejek serta mencaci maki kelompok lain. Sikap kurang terpuji seperti itu biasanya lahir dari pribadi-pribadi yang tidak pernah belajar ilmu agama dengan manhaj yang benar. Maka kalau ada orang suka menyalahkan pendapat yang berbeda, ketahuilah bahwa sikap itu adalah ciri-ciri dari kurangnya ilmu. 4. Bermazhab Dituduh Ketinggalan Zaman Mazhab fiqih juga sering dipandang sebelah mata, karena dianggap merupakan produk yang sudah ketinggalan zaman dan tidak lagi relevan untuk digunakan di masa sekarang ini. Jawaban Beberapa pendapat mazhab memang ada yang bisa dianggap kadaluarsa dan tidak cocok lagi untuk diterapkan di masa sekarang ini. Namun bukan berarti seluruh isi ilmu fiqih dalam tiap mazhab itu usang dan kuno. Dalam banyak hal, kita masih menemukan relevansi yang sangat kuat antara isi materi ilmu fiqih di masa para ulama mazhab dahulu dengan realitas yang terjadi di masa sekarang. Dan apa yang telah ditemukan di masa lalu tidak selalu harus usang tidak terpakai di hari ini. Bukankah rumus Pyithagoras (569-475 SM) telah ditemukan sejak 25 abad yang lalu, namun sampai hari ini para ilmuwan masih tidak bisa melepaskan diri dari rumus tersebut. Untuk lebih luasnya pemahaman tentang mazhab ini, silahkan klik pada link berikut ini : Mengenal Ilmu Fiqih dan Mazhab Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.,MA Rumah Fiqih Indonesia

Tidak ada komentar :

Posting Komentar