MAJELIS SHOLAWAT DAN DZIKIR MAJELIS123 MAJELIS SHOLAWAT DAN DZIKIR MAJELIS123

beranda

jam

Rabu, 22 Januari 2014

kelanjutan alasan memperingati maulid

Alasan 1 - 5 bisa di baca di postingan sebelumnya Alasan Pentingnya Memperingati Maulid Nabi Bagian 1 Alasan keenam adalah Keterangan dari beberapa hadits yang mengistimewakan hari Jum’at sebagai hari kelahiran Nabi Adam as. hal ini bisa dijadikan qiyas (analogi) kemuliaan hari kelahiran Rasulullah saw. Dalam sunan at-Turmudzi hadits no. 491 Rasulullah saw menyatakan bahwa : خيريوم طلعت فيه الشمس يوم الجمعة فيه خلق أدم Hari yang paling mulia adalah hari Jum’at, hari diciptakannya nabi Adam. Begitu juga yang diriwayat an-Nasa’ai dan Abu Daud dengan sanad Sahih bahwa Rasulullah saw bersabda: إن من أفضل أيامكم يوم الجمعة فيه خلق أدم وقبض وفيه النفخة وفيه الصعقة فأكثروا علي من الصلاة فيه فإن صلاتكم معروضة علي “Sesungguhnya hari yang paling mulia diantara hari-hari kalian adalah hari jum’at. Pada hari itulah Adam diciptakan, diwafatkan, ditiupkan ruh dan dibangkitkan. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku (kepada Rasulullah saw) pada hari itu. Sesungguhnya shalawat kalian akan sampai padaku…” Sebenarnya objek kajian dalam dua hadits di atas tidak sekedar keisitmewaan hari Jum’at tetapi momentum yang termuat di dalamnya yaitu hari kelahiran, hari kewafatan dan hari kebangkitan Nabi Adam as sebagai bapak manusia. Dengan kata lain, kemuliaan dan keagungan itu sama sekali tidak mengacu pada hari itu sendiri. Melainkan pada apa yang pernah terjadi pada hari itu. Dengan demikian, ia bisa diperingati berulang-ulang, baik setiap minggu, atau setiap tahun sebagai wujud rasa syukur kepada Allah ata nikmat yang telah dilimpahkan-Nya. Alasan ketujuh : mengambil pelajaran dari kisah para nabi (Nabi Yahya, Nabi Isa dan Maryam ) yang diceritakan dalam al-Qur’an dengan tujuan meneguhkan hati Rasulullah saw sebagai seorang rasul. Sebagaimana disebutkan dalam surat Hud ayat 120: Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu. Artinya, kisah-kisah Nabi yang diceritakan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw dalam al-Qur’an sebenarnya bertujuan untuk menguatkan hati Rasulullah saw. Maka kisah tentang kehidupan Rasulullah saw (sirah nabi) yang disebut-sebut dalam acara maulidurrasul berfungsi sebagai peneguh hati (kita) umatnya. Bukankah hal ini sebuah kebaikan dan perlu dilestarikan? Alasan kedelapan adalah alasan yang bersifat sosiologis. Peringatan maulid nabi merupakan wasilah untuk melaksanakan berbagai macam kebaikan, apalagi tradisi masyarakat kita yang selalu melaksanakan bersama-sama. Secara otomatis hal ini akan menambah syiar agama Islam itu sendiri sebagaimana dengan shalat Jum’ah. Dan lebih dari itu perkumpulan ini selalu menuntut berbagai macam kegiatan yang baik-baik. Sebut saja pengajian, majlis ta’lim, berdzikir, bersedekah dan yang pasti adalah membaca shalawat dan menutur cerita kehidupan Rasululllah saw. Seperti yang diperintahkan oleh Allah swt dalam Surat al-Ahzab ayat 56: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu sekalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Al-Ahzab: 56) Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan makna ayat tersebut bahwa Allah swt menunjukkan kepada manusia derajat tingginya Rasulullah saw sehingga Allah swt membacakan shalawat kepadanya. Dan memerintahkan semua manusia dan juga para malaikat untuk bershalawat juga. Alasan kesembilan adalah Surat Yunus ayat 58 yang berbunyi قل بفضل الله وبرحمته وبذلك فليفرحوا هو خير مما يجمعون Katakanlah dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari pada apa yang merek kumpulkan. (Yunus: 58) Apakah yang dimaksud dengan rahmat dalam ayat di atas? Apakah bentuk rahmat itu? Para mufassir berbeda pendapat mengenai hal ini. Namun dalam ulumul qur’an diterangkan bahwa menafsirkan ayat dengan ayat al-Qur’an yang lain merupakan bentuk penafsiran yang paling kuat. Karenanya as-Suyuthi dalam ad-Durrul Mantsur menafsirkan kata rahmat dengan Surat al-Anbiya ayat 107: وماأرسلناك إلا رحمة للعالمين Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (al-Anbiya: 107) Sebagaimana dikutip dari Ibnu Abbas: وأحرج أبو الشيخ عن ابن عباس فى الأية قال: فضل الله العلم ورحمته محمد صلى الله عليه وسلم : قال الله (وما أرسلنك إلا رحمة للعالمين) Bahwa yang dimaksudkan dengan karunia Allah swt adalah ilmu dan rahmat-Nya adalah Nabi Muahammad saw. Allah swt telah berfirman (Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam) (al-Anbiya: 107) Maka menjadi jelas bahwa Rasulullah saw memang diciptakan oleh Allah sebagai rahmat bagi alam jagad raya. Maka kalimat selanjutnya dalam Surat Yunus di atas yang berbunyi ‘hendaklah mereka bergembira’ secara otomatis memerintahkan kepada umat muslim menyambit gembira atas rahmat tersebut. bukankah ini alasan yang sangat penting mengapa kita harus bergembira menyambut maulidurrasul? alasan yang kesepuluh pentingnya memperingati maulidurrasul adalah tidak adanya hukum yang jelas-jelas melarangnya. Meskipun melaksanakan peringatan maulid juga bukanlah termasuk ibadah tauqifiyah. Namun peringatan ini seringkali menjadi wahana mendekatkan diri kepada Allah swt. yang sangat dianjurkan. Oleh karena itu, jika kacamata syari’at mengategorikan berbagai macam praktek ibadah menjadi dua yaitu yang disenangi dan dibenci, maka memperingati hari maulid dapat dikategorikan sebagai ibadah yang disenangi syariat. Demikianlah sepuluh alasan mengapa umat muslim perlu memperingati hari kelahiran Rasulullah saw yang dijabarkan oleh Omar Abdullah Kamel dalam kitabnya Kalimatun Hadi’atun fil Bid’ah, Kalimatun Hadi’atun fil Ihtifal bi Maulid, Kalimatun Hadi’atun fil Istighatsah. Sumber : Fb Habib Muhammad bin Husein AlHabsyi Newer Post Older Post Home Subscribe to: Post Comments (Atom) Twitter Facebook Email RSS Popular Posts Alasan Pentingnya Memperingati Maulid Nabi Bagian 1 Dalam bukunya Kalimatun Hadi’atun fil Bid’ah, Kalimatun Hadi’atun fil Ihtifal bil Maulid, Kalimatun Hadi’atun fil Istighatsah, Dr. Oema... Alasan Pentingnya Memperingati Maulid Nabi Bagian 2 Alasan 1 - 5 bisa di baca di postingan sebelumnya Alasan Pentingnya Memperingati Maulid Nabi Bagian 1 Alasan keenam adalah Keteranga... Keutamaan Menghadiri Majelis Ilmu dan Dzikir Kajian ar raudhah 1 November 2013 bersama habib Muhammad bin husein al habsyi membahas tentang keutamaan menghadiri majelis ilmu dan d... Balasan Bagi orang yang memakmurkan masjid Ada 5 perkara yang dijanjikan Allah dan RasulNya bagi orang-orang yang memakmurkan masjid dengan shalat berjamaah 5 waktu setiap hari: ... Tausyiah Al Ha
Read More... kelanjutan alasan memperingati maulid

kelanjutan alasan ke 8-10

Alasan kedelapan adalah alasan yang bersifat sosiologis. Peringatan maulid nabi merupakan wasilah untuk melaksanakan berbagai macam kebaikan, apalagi tradisi masyarakat kita yang selalu melaksanakan bersama-sama. Secara otomatis hal ini akan menambah syiar agama Islam itu sendiri sebagaimana dengan shalat Jum’ah. Dan lebih dari itu perkumpulan ini selalu menuntut berbagai macam kegiatan yang baik-baik. Sebut saja pengajian, majlis ta’lim, berdzikir, bersedekah dan yang pasti adalah membaca shalawat dan menutur cerita kehidupan Rasululllah saw. Seperti yang diperintahkan oleh Allah swt dalam Surat al-Ahzab ayat 56: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu sekalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Al-Ahzab: 56) Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan makna ayat tersebut bahwa Allah swt menunjukkan kepada manusia derajat tingginya Rasulullah saw sehingga Allah swt membacakan shalawat kepadanya. Dan memerintahkan semua manusia dan juga para malaikat untuk bershalawat juga.Alasan kesembilan adalah Surat Yunus ayat 58 yang berbunyi قل بفضل الله وبرحمته وبذلك فليفرحوا هو خير مما يجمعون Katakanlah dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari pada apa yang merek kumpulkan. (Yunus: 58) Apakah yang dimaksud dengan rahmat dalam ayat di atas? Apakah bentuk rahmat itu? Para mufassir berbeda pendapat mengenai hal ini. Namun dalam ulumul qur’an diterangkan bahwa menafsirkan ayat dengan ayat al-Qur’an yang lain merupakan bentuk penafsiran yang paling kuat. Karenanya as-Suyuthi dalam ad-Durrul Mantsur menafsirkan kata rahmat dengan Surat al-Anbiya ayat 107: وماأرسلناك إلا رحمة للعالمين Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (al-Anbiya: 107)Sedangkan alasan yang kesepuluh pentingnya memperingati maulidurrasul adalah tidak adanya hukum yang jelas-jelas melarangnya. Meskipun melaksanakan peringatan maulid juga bukanlah termasuk ibadah tauqifiyah. Namun peringatan ini seringkali menjadi wahana mendekatkan diri kepada Allah swt. yang sangat dianjurkan. Oleh karena itu, jika kacamata syari’at mengategorikan berbagai macam praktek ibadah menjadi dua yaitu yang disenangi dan dibenci, maka memperingati hari maulid dapat dikategorikan sebagai ibadah yang disenangi syariat. Demikianlah sepuluh alasan mengapa umat muslim perlu memperingati hari kelahiran Rasulullah saw yang dijabarkan oleh Omar Abdullah Kamel dalam kitabnya Kalimatun Hadi’atun fil Bid’ah, Kalimatun Hadi’atun fil Ihtifal bi Maulid, Kalimatun Hadi’atun fil Istighatsah. sumber:fb habib muhammad bin husein al habshyi
Read More... kelanjutan alasan ke 8-10

10 alasan memperingati Maulid Nabi Muhammad

Dalam bukunya Kalimatun Hadi’atun fil Bid’ah, Kalimatun Hadi’atun fil Ihtifal bil Maulid, Kalimatun Hadi’atun fil Istighatsah, Dr. Oemar Abdullah Kamil menerangkan beberapa hal yang berhubungan tentang peringatan maulid Rasulullah saw. Ada Sepuluh alasan yang menjadikan pentingnya memperingati Maulid Nabi yaitu: Pertama, bahwa Allah swt memberkati dan mengagungkan hari dan tanah kelahiran para nabi. Apalagi hari kelahiran Rasulullah saw. Oleh karena itu sudah sepantasnya kita sebagai umat Rasulullah memuliakan hari kelahirannya. Hal ini berdasar pada kisahkan dalam sebuah hadits yang dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari jilid VII bahwa ketika dalam perjalanan Mi’raj, Rasulullah saw diperintahkan Jibril shalat dua rekaat di Bethlehem. Setelah Rasulullah saw. selesai shalat, Jibril lalu bertanya “apakah kamu tahu di mana kamu shalat saat itu? Rasulullah saw menjawab “tidak” dan jibril berkata lagi “kamu shalat di Bethlehem tempat kelahiran Nabi Isa”. Demikian potongan hadits tersebut: …ثم قال لي انزل فصل فنزلت وصليت فقال لي اتدري اين صليت ؟ فقلت لا، قال صليت في بيت لحم بناحية بيت المقدس، حيث ولد عيسى بن مريم عليه السلام ثم ركبت فمضينا Hadits di atas membuktikan betapa Allah dan Rasul-Nya menghormati tanah kelahiran Nabi Isa as sebagai Nabi Allah swt. Sekaligus juga menunjukan kesadaran beliau akan arti sebuah sejarah bagi kehidupan umat manusia. Demikian pula Allah swt merahmati hari hari kelahiran Nabi Isa dengan kesejahteraan sebagaimana temaktub dalam surat Maryam ayat 33. وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan (Maryam: 33) Jikalau Allah swt memberkati hari kelahiran Nabi Isa as, bukankah berarti hari kelahiran Rasulullah saw lebih diberkati dan dilimpahi kesejahteraan? Sesungguhnya semua hari itu sama, diciptakan dan ditentukan oleh Allah swt, oleh karenanya Ia berhak memuliakan dan meng-istimewakan hari-hari pilihan-Nya. Hal ini dapat dibuktikan dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an dimana Allah dengan tegas menentukan nilai dari hari-hari (ayyam) tersebut. Diantaranya dalam Surat Ibrahim ayat 5 dan al-Jatsiyah ayat 14 وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَى بِآياتِنَا أَنْ أَخْرِجْ قَوْمَكَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): "Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah” (Ibrahim: 5) قُلْ لِلَّذِينَ آمَنُوا يَغْفِرُوا لِلَّذِينَ لَا يَرْجُونَ أَيَّامَ اللَّهِ لِيَجْزِيَ قَوْمًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah karena Dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan (al-Jasiyah: 14). Alasan kedua pentingnya memperingati maulid Nabi adalah bertolak dari kisah Abu Lahab, paman Rasulullah saw yang memerdekakan budaknya bernama Tsuwaibah al-Aslamiyyah pada hari kelahiran Rasulullah saw. Begitu girangnya Abu Lahab atas kelahiran keponakannya yang bernama Muhammad saw, sehingga ia memerdekakan Tsuwaibah al-Aslamiyyah yang sekaligus berlaku sebagai orang pertama yang menyusui Muhammad saw. Walaupun dalam Surat al-Lahab, Allah swt telah memfonisnya sebagai orang yang celaka di dalam neraka, tetapi berkat rasa girangannya semasa hidup atas kelahiran Muhammad saw, ia pun mendapatkan syafaat setiap hari senin dengan merasakan kesejukan. Begitulah di ceritakan oleh Ibnu Katsir dalam kitabnya Bidayah wan Nihayah halaman 272-273. Cerita Ibn Katsir ini juga termuat dalam hadits shahih bukhari dalam kitab nikah “sesungguhnya Abu Lahab berkata kepada saudaranya Abbas di dalam mimpinya: “sungguh dia telah meringankan penderitaanku setiap hari senin”. Begitu pentingnya riwayat ini sehingga al-hafidz Syamsyuddin bin Nashiruddin ad-Dimasyqi dalam kitabnya Mawridus Shadi fi Maulidil Hadi menuturkan: Jikalau seorang kafir ini telah dicela dengan ‘tabbat yada…’ yang kekal di neraka.Telah diringankan setiap hari Senin karena bergembira dengan kelahiran Muhammad. Maka, apa yang kira-kira akan dianugerahkan kepada hamba yang selalu berbahagia dengan kelahiran Rasul-Nya selama hayat hingga meninggal dalam Islam? Alasan ketiga mengapa harus memperingati hari maulid adalah bahwa Rasulullah saw sendiri mementingkan berpuasa pada hari tersebut. Yaitu setiap hari senin seperti yang diriwayatkan oleh Abi Qatadah dalam Imam Muslim; عَنْ اَبِيْ قَتَادَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ اْلِاثْنَيْنِ ؟ فَقاَلَ ذَلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ اَوْ اٌنْزلَ عَلَيَّ فِيْهِ Dari Abu Qotadah r.a, sesungguhnya Rosulululloh SAW ditanya tentang puasa Senin. Maka beliau menjawab : "Hari Senin adalah hari lahirku, hari aku mulai diutus atau hari mulai diturunkannya wahyu". (HR Muslim) Sabda ‘yauma wulidtu fihi (itu adalah hari aku dilahirkan)’ adalah kalimat yang menekankan betapa hari tersebut sangatlah berharga bagi Rasulullah saw. sehingga beliau berpuasa di hari itu. Meskipun tidak ada perintah langsung dari Rasulullah mengenai penghormatan tersebut, tetapi bagi umat yang tahu diri tentunya hadits tersebut telah cukup menjadi tanda Alasan keempat adalah bahwa Rasulullah saw sangat mementingkan nilai kesejarahan sebuah kejadian. Sebagaimana beliau sadari bahwa waktu tidak mungkin kembali lagi. Manusia hanya bisa mengingat momentum tersebut dan menjadikannya sebagai ‘ibroh’ pelajaran di masa kini dan masa depan. Oleh karena itulah Rasulullah saw menganjurkan umatnya untuk berpuasa di hari 10 bulan Muharram (asyuro’) untuk memeringati kemenangan Nabi Musa as ata raja Fir’aun. Demikian tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhu dalam Shahih Bukhari No 1900, قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِيْنَةَ فَرَأَى اليَهُوْدَ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاء فَقَالَ:ماَ هَذَا؟ قَالُوْا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوْسَى. قَالَ: فَأَناَ أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ. فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ “Tatkala Nabi Shallallahu’alaihi wasallam datang ke Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa di hari ‘Asyura. Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya, “Hari apa ini?”. Orang-orang Yahudi menjawab, “Ini adalah hari baik, pada hari ini Allah selamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi). Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummatnya untuk melakukannya”. [HR Al Bukhari] Kesadaran Rasulullah saw atas pentingnya nilai sejarah haruslah kita teladani. Diantara bukti peneladanan tersebut dengan mengadakan peringatan maulid nabi. Karena yang demikian itu sungguh akan mengingatkan kita pada terbitnya ‘cahaya’ yang menginari jagad raya. Alasan kelima adalah sebuah hadits yang dijadikan landasan oleh as-Suyuthi dalam kitabnya Husnul Maqashid fi ‘Amalil Maulid bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw mengakikahkan dirinya setelah menerima wahyu kenabian. Padahal telah diriwayatkan bahwa Abdul Muthallib sang paman Rasulullah itu telah mengakikahkannya pada hari ke tujuh setelah kelahirannya, sedangkan akikah tidak perlu diulang dua kali. Oleh karena itu, menurut As-Suyuthi hadits ini memiliki makna lain bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw merupakan bentuk syukur kepada Allah swt yang telah menciptakannya sebagai rahmat bagi seluruh alam serta penghormatan untuk semua umatnya. Sebagaimana beliau bershalawat atas dirinya sendiri. Oleh sebab itu, kita juga disunnahkan untuk memperlihatkan rasa syukur atas kelahiran Rasulullah saw dengan berkumpul sesama saudara, kawan, memberi makan fakir miskin serta bentuk-bentuk peringatan lain yang menunjukkan kebahagiaan. Sumber : Fb Habib Muhammad bin Husein AlHabsyi
Read More... 10 alasan memperingati Maulid Nabi Muhammad

Minggu, 12 Januari 2014

Inilah Alasan Pentingnya Maulid Nabi Muhammad Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam

Inilah Alasan Pentingnya Maulid Nabi Muhammad Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam بسم الله الرحمنِ الرحيم الحمد لله رب العالمين وصلى الله على سيدنا محمد النبي الأمي وآله الطاهرين وصحابته أجمعين Setiap memasuki bulan Rabiul Awal kaum Muslimin di seluruh dunia menyambutnya dengan penuh suka cita. Berbagai bentuk perayaan dilaksanakan sebagai wujud kecintaan dan kerinduan mereka kepada baginda Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam. Syair, qasidah, pukulan rebana, ceramah keagamaan diperdengarkan untuk menggambarkan kebesaran beliau shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam. Tentunya sekedar perayaan maulid tidak cukup untuk menggambarkan kemuliaan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam sebagai kekasih Allâh. Bahkan seandainya lautan menjadi tinta dan pepohonan sebagai pena, semua itu tak akan pernah cukup untuk menuliskan keutamaan dan kemuliaan beliau shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam. Di tengah kehidupan modern dan pengaruh buruk berbagai budaya yang dipropagandakan secara tidak wajar oleh orang-orang yang tidak bermoral, umat Islam seakan kehilangan kendali, pegangan hidup dan suri teladan. Berbagai bentuk kejahatan seperti pembunuhan, pemerkosaan, perampokan dan perilaku yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai moral telah menjadi bagian dari kehidupan keseharian masyarakat. Dalam keadaan seperti inilah peringatan maulid Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam menjadi sangat penting, karena dari sanalah umat Islam dapat mengenal lebih dekat bagaimana pribadi baginda Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam. Saudaraku, memuliakan dan mengenang peristiwa bersejarah dalam Islam merupakan bagian dari takwa. Orang-orang yang bertakwa akan selalu mempelajari sejarah, mengenang kehidupan para Nabi dan kaum sholihin serta memuliakan perjuangan mereka. Bahkan Al-Qur’ân sebagai sumber hukum pertama dan utama kita pun dipenuhi dengan berbagai cerita kehidupan para Nabi, Rasul dan orang-orang yang dicintai Allâh. Secara tegas Allâh mewahyukan: “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu.” (Hûd, 11:120) Ketika mengomentari ayat di atas Imam Al-Junaid radhiyallâhu ‘anhu berkata: “Kisah-kisah (kehidupan para Nabi dan kaum sholihin) merupakan salah satu bala tentara Allâh. Kisah-kisah tersebut dapat memperkuat hati seorang murîd.” Dalam ayat yang lain Allâh Ta’âlâ mewahyukan: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Yûsuf, 12:111) Dua ayat di atas secara jelas menyebutkan bahwa kisah para Rasul mampu meneguhkan hati dan memberikan pelajaran kepada orang-orang yang berakal. Jika hati Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam yang paling sempurna, paling teguh dan suci, masih diteguhkan dengan berbagai kisah para Rasul, lalu bagaimana dengan hati kita yang kotor dan lemah ini. Tentunya hati kita lebih membutuhkan upaya peneguhan hati tersebut. Kisah Ashâbul Kahfi, proses belajar Nabi Mûsâ dengan Khidhir dan juga kisah Dzul Qarnaen, merupakan tiga kisah besar dan penuh hikmah yang tertuang di dalam Surat Al-Kahfi. Surat ini dianjurkan untuk dibaca seminggu sekali, yaitu setiap hari Jumat. Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam bersabda: “Barang siapa membaca Surat Al-Kahfi pada hari Jumat, maka dirinya akan disinari cahaya dari Jumat itu hingga Jumat berikutnya.” (HR Hâkim dan Baihaqî) Jika setiap Jumat secara khusus kita dianjurkan untuk membaca surat Al-Kahfi yang berisi tiga kisah di atas, apakah kita tidak ingin membaca kisah kehidupan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam setiap hari atau minimal seminggu sekali? Saudaraku, kita semua menyadari bahwa dewasa ini umat Islam sibuk dengan dunia, jauh dari kaum sholihin, malas mendatangi majelis ilmu dan gemar menonton tayangan yang tak bermanfaat. Mereka tenggelam dalam kelalaian. Sementara itu, setiap hari, kaum kafir sibuk menciptakan tokoh-tokoh khayalan yang disuguhkan dengan indah kepada anak-anak kita, sehingga mereka lupa akan sejarah Nabinya. Karakter tokoh-tokoh khayalan ini pun berhasil mempengaruhi pikiran dan prilaku umat Islam. Anak-anak kita bahkan lebih mengenal superman, batman, spiderman, harry potter dan sejenisnya daripada sejarah Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam dan para sahabatnya. Nah, apakah kita akan membiarkan umat ini buta akan sejarah Rasulnya shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam, mengidolakan kaum kafir dan melupakan kekasih Allâh Ta’âlâ? Saudaraku, mengapa anak-anak kita dan umat Islam dewasa ini begitu mengidolakan tokoh-tokoh khayalan tersebut atau artis dan olahragawan tertentu? Jawabnya adalah karena mereka teramat sering mendengar dan melihat tokoh-tokoh itu di dalam berbagai media, baik media elektronik seperti TV dan Radio, maupun melalui berbagai Tabloid, Surat Kabar dan sejenisnya. Nah, agar anak-anak kita dan umat Islam secara keseluruhan mengenal dan mencintai Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam, maka langkah yang harus kita lakukan adalah membuat mereka semua sesering mungkin mendengar dan membaca sejarah kehidupan beliau shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam. Dan salah satu sarana yang paling tepat untuk itu adalah peringatan Maulid Nabi. Di dalam peringatan tersebut para ulama membacakan buku tertentu yang menjelaskan sejarah kehidupan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam. Sehingga, melalui peringatan maulid tersebut diharapkan umat Islam dapat mengenal Nabinya lebih dekat. Buku yang populer di Negara kita antara lain adalah Burdah, Diba’, Barzanjî dan Simtud Durar. Buku-buku ini selanjutnya oleh masyarakat sering disebut sebagai buku Maulid. Sesungguhnya kegiatan pembacaan sejarah kehidupan Nabi bukanlah suatu hal yang baru di dalam Islam. Sebagaimana kita ketahui, Al-Qur’ân penuh dengan kisah-kisah kehidupan para Nabi dan kaum Sholihin. Allâh Ta’âlâ menceritakan sejarah kehidupan mereka kepada Rasul-Nya tercinta. Dalam Al-Qur’ân ada kisah kelahiran Nabi Mûsâ, kisah kelahiran Nabi Isa, kisah kelahiran Nabi Ibrâhîm dan lain sebagainya. Jika kisah-kisah kelahiran para Nabi tersebut dikisahkan oleh Allâh di dalam Al-Qur’ân dan setiap saat umat Islam dianjurkan untuk membacanya, lalu bagaimana kiranya dengan kisah kehidupan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam? Tentunya kita harus lebih banyak mendengar dan mempelajari sejarah kehidupan beliau. Oleh karena itu sangat tidak tepat jika ada orang yang menentang pembacaan sejarah Maulid Nabi dengan alasan apa pun. Saudaraku, Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam adalah manusia yang paling sempurna dan bijaksana. Beliau menjelaskan kepada kita secara sempurna aturan hidup di dunia agar selamat hingga ke Akhirat. Selain memerintahkan dan menganjurkan sebuah perbuatan, Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam juga menjelaskan mana saja perbuatan yang harus ditinggalkan dan tidak boleh dikerjakan oleh umatnya. Oleh karena itu, sungguh aneh jika ada orang yang berani melarang umat Islam untuk menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi, sedangkan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam sendiri tidak pernah melarang umatnya untuk melakukan hal itu. Jika peringatan Maulid Nabi haram, tentu beliau telah mengeluarkan sebuah Hadis untuk melarangnya sebagaimana beliau menjelaskan berbagai larangan dalam Agama. Namun, pada kenyataannya, tidak ada satu Hadis pun yang beliau sampaikan untuk melarang umatnya menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi. Bahkan tidak ada seorang sahabat pun yang melarang penyelenggaraan peringatan Maulid Nabi. Jika demikian adanya, mengapa masih ada orang yang berani melarang penyelenggaraan peringatan Maulid Nabi dan bahkan menyatakan hukumnya haram, apakah dia merasa lebih pandai dari Nabi? Apakah dia merasa lebih sempurna dari Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam? Bagaimana dia berani mengharamkan sesuatu yang Allâh dan Rasul-Nya sendiri tidak pernah mengharamkannya? Saudaraku, dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Dailamî dan Ibnu Najjâr, Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam bersabda: “Didiklah putra-putri kalian tiga hal, yaitu: mencintai Nabi kalian, mencintai keluarga Nabi kalian dan membaca Al-Qur’ân.” (Ad-Dailamî dan Ibnu Najjâr) Nah, jika Anda benar-benar ingin membahagikan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam, maka didiklah anak-anak Anda untuk mencintai Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam dengan memakmurkan majelis peringatan Maulid Nabi. Oleh: Habib Novel bin Muhammad Alaydrus, Pengasuh Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah Solo
Read More... Inilah Alasan Pentingnya Maulid Nabi Muhammad Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam

fatwa tentang MAULID

FATWA ULAMA AHLI HADITS TERKAIT MAULID NABI MUHAMMAD RASULULLAH SAW Berikut kami cantumkan sebagian kecil pendapat para ulama ahli hadits yang menyangkut amaliyah Maulid Nabi Muhammad Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam. Fatwa Syaikhu al Islam Al Hafidz Ibnu Hajar: أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ وَلَكِنَّهَا مَعَ ذَلِكَ قَدِ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا فَمَنْ تَحَرَّى فِي عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَ بِدْعَةً حَسَنَةً، وَإِلاَّ فَلاَ. (الحاوي للفتاوي للسيوطي – ج 1 / ص 272) “Pokok utama dalam amaliyah Maulid adalah bid’ah yang tidak diriwayatkan dari ulama salaf as shalih dari tiga generasi (sahabat, tabi’in, dan atba’ at tabi’in). Akan tetapi, Maulid tersebut mengandung kebaikan-kebaikan dan sebaliknya. Maka barangsiapa yang berusaha meraih kebaikan dalam Maulid dan menjauhi yang buruk, maka termasuk bid’ah yang baik (bid’ah hasanah). Jika tidak, maka disebut bid’ah yang buruk” (al-Hawi, Fatawa as-Suyuthi 1/727). Fatwa Al Hafidz as-Sakhawi (Murid al-Hafidz Ibnu Hajar): قَالَ الْحَافِظُ أَبُوْ الْخَيْرِ السَّخَاوِي – رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى – فِي فَتَاوِيْهِ: عَمَلُ الْمَوْلِدِ الشَّرِيْفِ لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ فِي الْقُرُوْنِ الثَّلَاثَةِ الْفَاضِلَةِ، وَإِنَّمَاَ حَدَثَ بَعْدُ، ثُمَّ لَا زَالَ أَهْلُ اْلإِسْلَامِ فِي سَائِرِ اْلأَقْطَارِ وَالْمُدُنِ الْكِبَارِ يَحْتَفِلُوْنَ فِي شَهْرِ مَوْلِدِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَمَلِ الْوَلَائِمِ الْبَدِيْعَةِ الْمُشْتَمِلَةِ عَلَى اْلأُمُوْرِ الْبَهْجَةِ الرَّفِيْعَةِ وَيَتَصَدَّقُوْنَ فِي لَيَالِيْهِ بِأَنْوَاعِ الصَّدَقَاتِ وَيُظْهِرُوْنَ السُّرُوْرَ وَيَزِيْدُوْنَ فِي الْمَبَرَّاتِ وَيَعْتَنُوْنَ بِقِرَاءَةِ مَوْلِدِهِ الْكَرِيْمِ وَيَظْهَرُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَرَكَاتِهِ كُلَّ فَضْلٍ عَمِيْمٍ. (سبل الهدى والرشاد في سيرة خير العباد – 1 / 362) “Al-Hafidz as-Sakhawi berkata dalam Fatwanya: Amaliyah Maulid tidak diriwayatkan dari seorang ulama Salaf dalam 3 kurun yang utama. Amaliyah ini dilakukan sesudahnya, kemudian umat Islam di seluruh penjuru dan kota besar selalu merayakannya di bulan kelahiran Nabi Saw, dengan perayaan yang indah dan agung, mereka bersedekah di malam harinya, menampakkan rasa suka cita, menambah belanjanya, dan membaca kelahiran Nabi Saw. Dan tampak kepada mereka berkahnya-Nabi dengan merata” (Subul al-Huda wa ar-Rasyad 1/362). Fatwa Al Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi: الْجَوَابُ-عِنْدِي أَنْ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوْلِدِ الَّذِي هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَنِ وَرِوَايَةُ اْلأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِي مَبْدَأِ أَمْرِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا وَقَعَ فِي مَوْلِدِهِ مِنَ اْلآيَاتِ ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِي يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارُ الْفَرَحِ وَاْلاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ (الحاوي للفتاوي للسيوطي – ج 1 / ص 272) “Jawab: Menurut saya, bahwa subtansi dari maulid yang berupa berkumpulnya banyak orang, membaca al Quran, membaca kisah-kisah Nabi Muhammad mulai beliau diutus menjadi Rasul dan hal-hal yang terjadi saat kelahirannya yang terdiri dari tanda-tanda kenabian, dilanjutkan dengan suguhan hidangan untuk makan bersama kemudian selesai tanpa ada tambahan lagi, maka hal ini tergolong bidah yang baik, yang pelakunya mendapatkan pahala karena ia mengagungkan derajat Nabi Muhammad Saw, menampakkan rasa senang dan kebahagiaan dengan kelahirannya yang mulia” (al-Hawi, Fatawa as-Suyuthi 1/727). Fatwa Al Hafidz Abu Syamah: قَالَ اْلاِمَامُ أَبُوْ شَامَةَ شَيْخُ الْمُصَنِّفِ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى: وَمِنْ أَحْسَنِ مَا ابْتُدِعَ فِي زَمَانِنَا مَا يُفْعَلُ فِي كُلِّ عَامٍ فِي الْيَوْمِ الْمُوَافِقِ لِيَوْمِ مَوْلِدِهِ : مِنَ الصَّدَقَاتِ وَالْمَعْرُوْفِ وَإِظْهَارِ الزِّيْنَةِ وَالسُّرُوْرِ، فَإِنَّ ذَلِكَ مَعَ مَا فِيْهِ مِنَ اْلاِحْسَانِ إِلَى الْفُقَرَاءِ يُشْعِرُ بِمَحَبَّةِ النَّبِي وَتَعْظِيْمِهِ وَجَلَالَتِهِ فِي قَلْبِ فَاعِلِ ذَلِكَ، وَشُكْرِ اللهِ تَعَالَى عَلَى مَا مَنَّ بِهِ مِنْ إِيْجَادِ رَسُوْلِهِ الَّذِي أَرْسَلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ . (إعانة الطالبين – ج 1 / ص 313) “Imam Abu Syamah, guru Imam Nawawi: Diantara bid’ah yang baik di masa kami adalah perayaan Maulid Nabi, seperti sedekah, berbuat baik dan menampakkan kesenangan. Disamping mengandung kebaikan juga menunjukkan kecintaan kepada Nabi dan syukur kepada Allah atas diutusnya Nabi untuk seluruh alam” (Ianat ath-Thalibin 1/313). Fatwa Ibnu Taimiyah (ulama Wahabi): فَتَعْظِيْمُ الْمَوْلِدِ وَاتِّخَاذُهُ مُوْسِمًا قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ عَظِيْمٌ لِحُسْنِ قَصْدِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ (اقتضاء الصراط المستقيم – ج 1 / ص 297) “Maka mengagungkan kelahiran Nabi dan menjadikannya hari perayaan tahunan, sudah dilakukan oleh sebagian ulama, dan mereka mendapat pahala yang agung atas tujuan baiknya dan hormatnya kepada Nabi Saw” (Iqtidla’ Shirat al-Mustaqim 1/297). Oleh: Ustadz Ma’ruf Khozin/ LBM NU Surabaya. Selengkapnya: http://www.elhooda.net/2014/01/fatwa-ulama-ahli-hadits-terkait-maulid-nabi-muhammad-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-alihi-wa-shahbihi-wa-sallam/ Fatwa Ulama Ahli Hadits Terkait Maulid Nabi Muhammad Rasulullah SAW www.elhooda.net
Read More... fatwa tentang MAULID