TAHUKAH ANTUM ? Ternyata Yang Melakukan Tahlilan Lebih Melimpah Mengamalkan Sunnah Dan Memperoleh Fadlilah
Selama ini mungkin telah bertebaran persepsi yang terbalik, serampangan
juga salah , dari segelintir kalangan pembenci tahlilan yakni bahwa
kaum Muslimin yang melakukan tahlilan adalah pelaku bid’ah sesat dan
mematikan sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam. Seakan-akan yang
melakukan tahlilan telah meninggalkan
sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam. Sesungguhnya tudingan semacam
ini benar-benar keliru. Sebab kalau dicermati secara seksama dan
terperinci, maka sesungguhnya pengamal tahlilan lah yang lebih banyak
dan giat melakukan sunnah dan memotivasi kaum Muslimin untuk melakukan
sunnah. Masyarakat digiring untuk melakukan sunnah Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam bersama-sama sehingga tercipta sikap kepedulian hingga
persatuan kaum Muslimin. Misalnya ketika mengadakan kegiatan tahlilan
yang telah menjadi kebiasaan di masyarakat Muslim maka sesungguhnya
mereka telah membiasakan diri dengan sunnah-sunnah sebagai berikut :
1. Masyarakat berkumpul dalam sebuah majelis dzikir, perhatikan
bukankah ini memang sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam ?. Banyak
hadits yang masyhur tentang hal ini, misalnya :
أَنَّ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا مَرَرْتُمْ
بِرِيَاضِ الجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا: وَمَا رِيَاضُ الجَنَّةِ؟ قَالَ:
حِلَقُ الذِّكْرِ
“Sesungguhnya Nabi Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wa sallam pernah bersabda : apabila kalian berjalan ke taman surga maka
bergabunglah kalian”, para sahabat bertanya : “apa itu taman surga
(riyadlul jannah) ?”, Nabi menjawab : “perkumpulan dzikir”. [1]
لَا
يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ
الْمَلَائِكَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمِ
السَّكِينَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah
sekelompok orang berkumpul dan berdzikir kepada Allah kecuali mereka
dikelilingi oleh para Malaikat, diliputi rahmat, diturunkan kepada
mereka ketenangan, dan Allah sebut mereka di kalangan para Malaikat yang
mulia”. [2]
مَا مِنْ قَوْمٍ اجْتَمَعُوا يَذْكُرُونَ اللهَ، لَا
يُرِيدُونَ بِذَلِكَ إِلَّا وَجْهَهُ، إِلَّا نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنَ
السَّمَاءِ: أَنْ قُومُوا مَغْفُورًا لَكُمْ، قَدْ بُدِّلَتْ
سَيِّئَاتُكُمْ حَسَنَاتٍ
“tidaklah sebuah qaum berkumpul berdzikir
kepada Allah, karena mereka tiada menginginkan dengan hal itu kecuali
keridlaan Allah, maka malaikat akan menyeru dari langit, bahwa
berdirilah kalian dengan pengampunan bagi kalian, sungguh keburukan
kalian telah digantikan dengan kebaikan”. [3]
Allah Subhanahu wa Ta’alaa berfirman ;
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِياماً وَقُعُوداً وَعَلى جُنُوبِهِمْ
“(yaitu) orang-orang yang berdzikir kepada Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring” (QS. Ali Imran : 3)
Ayat ini berkorelasi dengan hadits sebelumnya,[4] yakni juga bermakna
majelis dzikir. Itu karena frasa “yadzkuruuna atau mereka berdzikir”
adalah dengan lafadz jama’. Artinya berdzikir bersama-sama.
2. Membaca al-Qur’an
Membaca al-Qur’an merupakan amaliyah yang bisa di baca kapan saja juga
termasuk daripada dzikir, dan ini lah yang juga dibiasakan dibaca ketika
tahlilan. Masyarakat digiring untuk bersama-sama membaca al-Qur’an,
lebih itu masyarakat juga di ajarkan kepedualian terhadap yang meninggal
dengan menghadiahkan pahalanya kepada orang mati. Hal ini, disamping di
tuntut keikhlasan dari yang membaca, juga bagi yang mengajaknya
terdapat pahala tersendiri, sebab tiada yang sia-sia ketika mengajak
kepada kebaikan.
Surah-surah yang dibaca adalah surah-surah
yang memang mudah untuk dibaca oleh masyarakat awam sekalipun sehingga
tidak memberatkan atau memudahkan mereka. Misalnya membaca beberapa ayat
pada surah al-Baqarah, al-Ikhlas, an-Nas, al-Falaq, Yasiin, dan lain
sebagainya. Semua ayat-ayat ini mudah dibaca, sedangkan Allah berfirman :
فَاقْرَؤُا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ
“maka bacalah oleh kalian apa yang mudah dari al-Qur’an” (QS. Al-Muzammil : 20)
Disamping itu banyak fadlilah membaca al-Qur’an, diantaranya sebagaiman yang Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam sabdakan :
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا
لِأَصْحَابِهِ، اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ، وَسُورَةَ آلِ
عِمْرَانَ، فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا
غَمَامَتَانِ، أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ، أَوْ كَأَنَّهُمَا
فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ، تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا،
اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ، فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ، وَتَرْكَهَا
حَسْرَةٌ، وَلَا تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ
“bacalah oleh kalian
al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat kepada
pembaca-pembacanya. Bacalah oleh kalian Az-Zahrawayn yakni Surah
al-Baqarah dan surah Ali Imran, karena sungguh keduanya akan datang pada
hari Qiamat laksana dua gumpalan awan atau laksana dua cahaya yang
menyinari atau laknna dua kelompok burung yang (saling) membentangnya
sayapnya dimana akan menjadi pembela bagi pembaca keduanya, bacalah
surah al-Baqarah karena mengambilnya merupakan keberkahan, dan
meninggalkannya mendapat penyesalan, sedangkan para tukang sihir tidak
akan mempan dengannya”. [5]
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam juga bersabda :
مثل المؤمن الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ: كَالأُتْرُجَّةِ،
طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ، وَالمُؤْمِنُ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ
القُرْآنَ، وَيَعْمَلُ بِهِ: كَالتَّمْرَةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلاَ رِيحَ
لَهَا، وَمَثَلُ المُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ:
كَالرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ، وَمَثَلُ
المُنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ القُرْآنَ: كَالحَنْظَلَةِ، طَعْمُهَا
مُرٌّ - أَوْ خَبِيثٌ - وَرِيحُهَا مُرٌّ
“perumpamaan orang yang
membaca al-Qur’an dan mengamalkan al-Qur’an, seperti buah Utrujah, rasa
dan baunya enak. Orang mukmin yang tidak membaca al-Qur’an dan
mengamalkannya adalah bagaikan buah kurma, rasanya enak namun tidak
beraroma. Orang munafik yang membaca al-Qur’an adalah bagaikan royhanah,
baunya menyenangkan namun rasanya pahit. Dan orang munafik yang tidak
membaca al-Qur’an bagaikan hanzholah, rasa dan baunya pahit dan tidak
enak”.[6]
Juga sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam :
يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ إِذَا دَخَلَ الْجَنَّةَ اقْرَأْ وَاصْعَدْ،
فَيَقْرَأُ وَيَصْعَدُ بِكُلِّ آيَةٍ دَرَجَةً حَتَّى يَقْرَأَ آخِرَ
شَيْءٍ مَعَهُ
“kelak akan dikatakan kepada shahibul Qur’an (pembaca
al-Qur’an) ketika memasuki surga, bacalah kemudian naiklah (derajat),
maka kemudian ia membacanya dan naiklah derajatnya dengan tiap-tiap ayat
hingga sampai ayat terakhir yang ia baca” [7]
Selain banyaknya
fadlilah berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam
diatas, juga masing-masing surah dalam al-Qur’an memiliki fadliyah
tertentu, seperti surah al-Fatihah yang juga dibaca pada kegiatan
tahlilan, dimana diantara fadlilahnya adalah :
قُلْتُ لَهُ:
«أَلَمْ تَقُلْ لَأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً هِيَ أَعْظَمُ سُورَةٍ فِي
القُرْآنِ ، قَالَ: الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ
المَثَانِي، وَالقُرْآنُ العَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ
“Aku (Abu Sa’ad
al-Mu’alla) bertanya (kembali) kepada Rasulullah : “bukankah tadi
engkau berkata : aku akan mengajarkan kamu surah yang paling agung
didalam al-Qur’an ?, Rasulullah bersabda : “al-Hamdulillahi Rabbil
‘alamiin (al-Fatihah), ia adalah As-Sab’u al-Matsani dan al-Qur’an yang
agung yang telah diberikan”. [8]
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam juga bersabda :
قَالَ: " أَلَا أُخْبِرُكَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ جَابِرٍ بِخَيْرِ
سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ؟ " قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ: "
اقْرَأِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ حَتَّى تَخْتِمَهَا
“Maukah engkau aku khabarkan wahai Abdullah bin Jabir tentang surah yang
paling bagus didalam al-Qur’an ?, aku (Jabir) berkata : “Iya wahai
Rasulullah”, kemudian Rasulullah bersada : “bacalah al-Hamdulillahi
rabbil ‘alamii hingga selesai (al-Fatihah)”. [9]
Kemudian juga sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam yang juga terkait dengan surah al-Baqarah :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: بَيْنَمَا جِبْرِيلُ قَاعِدٌ عِنْدَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَمِعَ نَقِيضًا مِنْ
فَوْقِهِ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ، فَقَالَ: " هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ
فُتِحَ الْيَوْمَ لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلَّا الْيَوْمَ، فَنَزَلَ مِنْهُ
مَلَكٌ، فَقَالَ: هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى الْأَرْضِ لَمْ يَنْزِلْ قَطُّ
إِلَّا الْيَوْمَ، فَسَلَّمَ، وَقَالَ: أَبْشِرْ بِنُورَيْنِ
أُوتِيتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ: فَاتِحَةُ الْكِتَابِ،
وَخَوَاتِيمُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ، لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا
إِلَّا أُعْطِيتَهُ
“dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : “ketika Jibril
duduk di samping Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, mendengar suara
dari atasnya, seraya mengangkat kepalanya, kemudian berkata : “pintu ini
berasal dari langit yang dibuka pada hari ini yang belum pernah di buka
kecuali hari ini, kemudian seorang malaikat turun dari pintu itu, dan
berkata Jibaril : “malaikat ini turun ke bumi yang tidak pernah turun
kecuali hari ini, maka mengucapkan salam dan berkata : “bergemberilah
dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu yang tidak pernah diberikan
kepada Nabi sebelum engkau, yakni Fatihatul Kitab (al-Fatihah) dan
ayat-ayat penutup surah al-Baqarah, tidaklah engkau membaca satu huruf
dari kedua surah tersebut kecuali engkau akan diberi karunia” . [10]
Sebagaimana diketahui bahwa akhir surah al-Baqarah adalah ayat-ayat
yang dibaca ketika tahlilan. Disamping itu juga Nabi shallallahu ‘alayhi
wa sallam bersabda bahwa setan meninggalkan rumah yang dibacakan surah
al-Baqarah :
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ، إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
“janganlah jadikan rumah kalian sebagai kuburan, karena sesungguhnya
syaithan meninggalkan rumah yang dibacakan didalam surah al-Baqarah”
[11]
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ، وَإِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي يُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ، لَا يَدْخُلُهُ الشَّيْطَانُ
“sesungguhnya rumah yang dibacakan didalam surah al-Baqarah, niscaya tidak akan dimasuki oleh syaithan” [12]
Ayat Kursiy juga merupakan ayat al-Qur’an yang dibaca ketika tahlilan :
قَالَ: يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ
مَعَكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: قُلْتُ: اللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ
الْقَيُّومُ . قَالَ: فَضَرَبَ فِي صَدْرِي، وَقَالَ: «وَاللهِ لِيَهْنِكَ
الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa
sallam bersabda : “wahai Abul Mundzir, tahukah engkau sebuah ayat dari
Kitabullah (al-Qur’an) yang paling agung ?, Abul Munzir berkata : “aku
berkata : Allahu Laa Ilaaha Illaa Huwal Hayyum Qayyum (al-Baqarah :
255)”, kemudian Rasulullah menepuk pundakku”, dan beliau bersabda :
“semoga Allah mempermudahkan ilmu bagimu wahai Abul Mundzir”. [13]
Didalam Tahlilan juga ada surah al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas :
قَالُوا: وَكَيْفَ يَقْرَأْ ثُلُثَ الْقُرْآنِ؟ قَالَ: قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ
“Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : tidakkah salah satu dari
kalian mampu membaca pada malam hari seperti tiga al-Qur’an ? sahabat
berkata : bagaimana membaca sepertiga al-Qur’an ? Rasulullah menjawab :
“Qul Huwallahu Ahad (al-Ikhlas) setara dengan sepertiga al-Qur’an.” [14]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: أَقْبَلْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ: قُلْ هُوَ اللَّهُ
أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: وَجَبَتْ . قُلْتُ: مَا وَجَبَتْ؟ قَالَ: الجَنَّةُ
“Dari
Abub Hurairah, ia berkata : aku datang bersama Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam, kemudian mendengar seorang laki-laki membaca Qul
Huwallahu Ahad (surah al-Ikhlas), maka Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa
sallam bersabda : “wajib”, aku berkata ; “wajib apa ?”, Rasulullah
bersabda : “Surga”. [15]
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ
قَالَ: بَيْنَا أَنَا أَقُودُ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ رَاحِلَتَهُ فِي غَزْوَةٍ إِذْ قَالَ: «يَا عُقْبَةُ، قُلْ
فَاسْتَمَعْتُ» ، ثُمَّ قَالَ: «يَا عُقْبَةُ، قُلْ فَاسْتَمَعْتُ» ،
فَقَالَهَا الثَّالِثَةَ، فَقُلْتُ: مَا أَقُولُ؟، فَقَالَ: «قُلْ هُوَ
اللَّهُ أَحَدٌ» فَقَرَأَ السُّورَةَ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَرَأَ:
«قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ» وَقَرَأْتُ مَعَهُ حَتَّى خَتَمَهَا،
ثُمَّ قَرَأَ «قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ» فَقَرَأْتُ مَعَهُ حَتَّى
خَتَمَهَا، ثُمَّ قَالَ: «مَا تَعَوَّذَ بِمِثْلِهِنَّ أَحَدٌ»
“dari
Uqbah bin Amir al-Juhani, ia berkata : ketika aku menuntun kendaraan
Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam dalam sebuah peperangan,
tiba-tiba beliau berkata: "Wahai Uqbah, ucapkanlah," aku pun
mendengarkan, kemudian beliau berkata (lagi): "Wahai Uqbah, ucapkanlah,"
aku pun mendengarkan. Dan beliau mengatakannya sampai tiga kali, lalu
aku bertanya: "Apa yang aku ucapkan ?" Beliau pun bersabda : “ucapkanlah
Qul Huwallahu Ahad (al-Ikhlas), kemudian membacanya sampai akhir ,
kemudian membaca Qul A’udu bi-Rabill Falaq (al-Falaq), , kemudian
membacanya sampai akhir, kemudian membacanya Qul A’udzu bi-Rabbin Nass
(an-Nas), kemudian aku membacanya sampai selesai, kemudian beliau
bersabda : “tidak ada seorang pun yang berlindung seumpama orang yang
berlindung dengannya”. [16]
Dan masih banyak lagi bacaan-bacaan
yang terkait al-Qur’an yakni surah al-Qur’an ataupun ayat al-Qur’an
yang ada pada tahlilan dimana masing-masing memiliki keutamaan
tersendiri. Tentunya tidak mungkin disebutkan dalam tulisan singkat ini.
3. Membaca Shalawat
Membaca shalawat sangat dianjurkan, apalagi pada sebuah majelis dzikir
seperti tahlilan, dan banyaknya fadliyah yang terkandung didalamnya,
seperti misalnya sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam :
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ
صَلَوَاتٍ، وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطِيئَاتٍ، وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ
دَرَجَاتٍ
“barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali niscaya
Allah bershalawat kepadanya 10 kali, digugurkan sepuluh
kesalahan-kesalahannya, dan di angkat sebanyak 10 derajat baginya” [17]
مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا ثُمَّ تَفَرَّقُوا عَنْ غَيْرِ صَلَاةٍ عَلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا تَفَرَّقُوا عَلَى
أَنْتَنِ مِنْ رِيحِ الْجِيفَةِ
“tidaklah duduk sebuah qaum kemudian
mereka perpisah tanpa bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alayhi wa
sallam kecuali mereka berpisah membawa yang lebih buruk dari bangkai”
[18]
أوْلى النَّاسِ بي يَوْمَ القِيامَةَ أَكْثَرُهُمْ عَليَّ صَلاةً
Nabi bersabda : “manusia yang paling utama pada hari qiyamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku”. [19]
لا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيداً وَصَلُّوا عليَّ، فإنَّ صَلاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ
“janganlah kalian jadikan kuburku sebagai ‘ied dan bershalawatlah
kepadaku, sebab sungguh shalawat kalian sampai kepadaku seketika kalian
berada” . [20]
3. Membaca Do’a.
Membaca doa sangat
dianjurkan, apalagi berdo’a kebaikan untuk saudaranya baik yang masih
hidup atau yang sudah meninggal. Ditambah lagi dilakukan secara
bersama-sama maka itu lebih dekat di ijabah. Allah Subhanahu wa Ta’alaa
berfirman :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Ak-Mu’miin : 60)
وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor),
mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara
kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau
membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman;
Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."
(QS. Al-Hasyr : 10)
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ
يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
“Maka ketahuilah, bahwa
sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan
mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min,
laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan
tempat kamu tinggal” (QS. Muhammad : 19)
رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian
orang-orang mu'min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)". (QS.
Ibrahim : 41)
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ، إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ: وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya
(sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata,
“Dan bagimu juga kebaikan yang sama.” [21]
دَعْوَةُ الْمَرْءِ
الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ
مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ
الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa seorang muslim untuk
saudaranya (sesama muslim) tanpa diketahui olehnya adalah doa
mustajabah. Di atas kepalanya (orang yang berdoa) ada malaikat yang
telah diutus. Sehingga setiap kali dia mendoakan kebaikan untuk
saudaranya, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan, “Amin
dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu” [22]
عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ، قَالَ: إِنَّ دَعْوَةَ الْأَخِ فِي اللَّهِ تُسْتَجَابُ
“dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, ia berkata : sungguh mendo’akan saudaranya karena Allah adalah mustajab” [23]
4. Membaca Dzikir –Dzikir yang lain.
Dzikir-dzikir lainnya semisal tasybih, tahmid, tahlil, takbir, dan lain
sebagainya. Telah banyak tersebar mengenai faidah-faidanya. Inilah juga
yang dibiasakan didalam tahlilan, maka betapa banyak faidah yang
didapat oleh mereka yang senantiasa membacanya apalagi dilakukan
bersama-sama. Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: " مَنْ قَالَ:
سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ، غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِي
الجَنَّةِ
“barangsiapa yang mengucapkan : “Subhanallahil ‘Adhim wa Bihamdih” ditanamkan baginya sebatang pohon kurma di surga”. [24]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ
وَبِحَمْدِهِ، فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ، حُطَّتْ خَطَايَاهُ، وَإِنْ
كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ البَحْرِ
“barangsiapa yang mengucapkan
“Subhanallah wa bi-Hamdih” didalam sehari sebanyak seratus kali, niscaya
dihapuas seratus kali kesalahan walaupun laksana buih di lautan”. [25]
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " كَلِمَتَانِ
خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي المِيزَانِ، حَبِيبَتَانِ
إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيمِ، سُبْحَانَ اللَّهِ
وَبِحَمْدِهِ
“dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, beliau
bersabda : “dua kalian yang ringan di lisan (diucapkan), keduanya berat
di timbangan dihadapan Yang Maha Penyayang, yakni Subhanallahil ‘Adhim,
Subhanallahi wa bi-Hamdihi”. [26]
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ،
ثَقِيلَتَانِ فِي المِيزَانِ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ، سُبْحَانَ
اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيمِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “dua kalian yang ringan di
lisan (diucapkan), keduanya berat di timbangan serta dicintai oleh Yang
Maha Penyayang, yakni Subhanallahi wa bi-Hamdihi, Subhanallaahil
‘Adhim”. [27]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَأَنْ أَقُولَ سُبْحَانَ اللهِ،
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ،
أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ
“Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : sungguh jika aku mengucapkan
Subhanallah wal Hamdulillah wa Laa Ilaaha Illalla wa Allahu Akbar, lebih
disukai bagiku daripada disinari oleh terbitnya mentari”. [28]
مَنْ
قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ
الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، عَشْرَ
مِرَارٍ كَانَ كَمَنْ أَعْتَقَ أَرْبَعَةَ أَنْفُسٍ مِنْ وَلَدِ
إِسْمَاعِيلَ
“barangsiapa yang mengucapkan : “laa ilaaha ilallaahu
wahdahu laa syarika lahu, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘alaa kullli
syay-in qadiir”, sebanyak sepuluh kali maka ia seperti orang yang
memerdekakan budak empat jiwa seperti keturunan Nabi Ismail” [29]
قَالَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ قَيْسٍ: أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ
كُنُوزِ الْجَنَّةِ، فَقُلْتُ: بَلَى، يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: " قُلْ:
لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ
“Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam bersabda, wahai Abdullah bin Qays, mau engkau ku
tunjukkan pembendaharaan surga ?, maka aku (Ibnu Qays) berkata : iya
wahai Rasulullah”, kemudian Rasulullah berkata : “katakanlah, “Laa Hawla
wa Laa Quwwata Ilaa Billaah”. [30]
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ؛
أَنَّهُ سَمِعَهُ يَقُولُ، فِي الْبَاقِيَاتِ الصَّالِحَاتِ: أَنَّهَا
قَوْلُ الْعَبْدِ: اللهُ أَكْبَرُ. وَسُبْحَانَاللهِ. وَالْحَمْدُ للهِ.
وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ.
“kalimat-kalimat yang bagus yakni ucapan seorang hamba : “Subhanallah,
al-Hamdulillah, laa ilaaha illaa Allah, laa hawla wa laa quwwata ilaa
billah”. [31]
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: «اسْتَكْثِرُوا مِنَ الْبَاقِيَاتِ الصَّالِحَاتِ» قِيلَ:
وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «الْمِلَّةُ» ، قِيلَ: وَمَا هِيَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «الْمِلَّةُ» ، قِيلَ: وَمَا هِيَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: التَّكْبِيرُ، وَالتَّهْلِيلُ، وَالتَّسْبِيحُ،
وَالتَّحْمِيدُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : perbanyaklah kalian
dengan kalimat-kalimat yang baik, dikatakan “apa itu wahai Rasulullah
?, beliau menjawab “al-Millah”, dikatakan lagi “apa itu wahai Rasulullah
?”, beliau menjawab : “al-Millah”, dikatakan lagi : “apa itu wahai
Rasulullah ?”, beliau menjawab : “Takbir, Tahlil, Tasbih, Tahmid, dan
Laa Hawlaa wa laa Qawwata ilaa billaah”. [32]
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ
جُنْدَبٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "
أَحَبُّ الْكَلَامِ إِلَى اللهِ أَرْبَعٌ: سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ. لَا يَضُرُّكَ
بِأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ
“perkataan yang paling dicintai oleh Allah
adalah empat yakni “Subhanallah wal Hamdulillah wa Laa Ilaaha Illallaahu
wa Allahu Akbar”, tidak masalah bagimu memulai dari yang mana saja”.
[33]
عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: جَاءَ
أَعْرَابِيٌّ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَقَالَ: عَلِّمْنِي كَلَامًا أَقُولُهُ، قَالَ: " قُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا
اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ كَثِيرًا، سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا حَوْلَ وَلَا
قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ " قَالَ: فَهَؤُلَاءِ
لِرَبِّي، فَمَا لِي؟ قَالَ: قُلْ: اللهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي
وَاهْدِنِي وَارْزُقْنِي
“dari Mush’ab bi Sa’d, dari ayahnya, ia
berkata : seorang arab datang kepada Rasulullah seraya berkata :
“ajarkanlah kepadaku ucapakan untuk aku baca”, Rasulullah bersabda :
katakanlah “laa ilaaha illaLlaah wahdahu laa syariyka lah, Allahu Akbar
Kabiiran, wal Hamdulillahi Katsiran, Subhanallahi Rabbil ‘Alamiin, Laa
Hawla wa laa Quwwata illaa bil-Laahil ‘Azizil Hakiim”, seorang Arab
tersebut berkata : semua itu untuk Rabb-ku, namun mana untukku ?”,
Rasullah bersabda : “katakanlah “Ya Allah ampunilah aku, kasihanilah
aku, berilah petunjuk kepadaku dan limpahkanlah rizki kepadaku”. [34]
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَفْضَلُ الدُّعَاءِ الحَمْدُ لِلَّهِ
“dzikir yang utama adalah Laa ilaaha Ilallahu, sedangkan do’a yang paling utama adalah al-Hamdulillah”. [35]
5. Mempererat Shilaturahim.
Disamping mengamalkan berbagai macam bacaan diatas, didalam tahlilan
juga sebagai sarana shilaturahim antara kaum muslimin, baik kerabat atau
pun tetangga, sehingga tercipta ikatan yang lebih erat, disamping rasa
kepedulian sesama muslimin. Allah subhanahu wa Ta’alaa berfirman :
وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu
saling meminta satu sama lain , dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
(QS. An-Nisaa’ : 1)
وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ
“dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan
supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada
hisab yang buruk." (QS Ar-Ra’d : 21).
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“barangsiapa yang menginginkan diperluas rizkinya dan dimakmurkan usianya, maka sambunglah shilaturahim” [36]
قَالَ: «يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا
الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ، وَالنَّاسُ
نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“Rasulullah bersabda :
wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambunglah kasih
sayang (lakukanlah shilaturahim), shalatlah dimalam hari dimana manusia
sedang tertidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat”. [37]
6. Persatuan – Persaudaraan Sesama Muslim.
Dengan senantiasa bershilaturahim apalagi bersama-sama dengan
masyarakat muslim, maka akan dengan mudah tercipta persatuan diantara
kaum muslimin. Hal itu dikarenakan efek dari kebaikan, rasa solidaritas,
serta kerelaan seorang muslim untuk mendo’akan saudaranya muslim
lainnya, juga shilaturahim yang dilakukan. Berbuat demikian, akan
semakin menampakkan rasa persaudaraan sesama Muslim, dimana berulang
kali ditegaskan bahwa sesama muslim adalah bersaudara :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap
Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujuraat : 10)
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“orang mukmin bagi mukmi lainnya seperti sebuah bagunan dimana sebagiannya menguatkan bagian lainnya” [38]
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَثَلُ
الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ
الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ
بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang yang mukmin didalam
hal kasih sayang, rahmat dan kelemah lembutan laksana satu tubuh jika
salah satu bagian tubuh merasa sakit maka seluruh tubuh ikut
merasakannya dengan panas dan demam”. [39]
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“seorang muslim adalah orang yang memberikan rasa selamat kepada muslim lainnya dari lisannya dan tangannya”. [40]
Dengan menyadari hal ini, maka tidak akan mudah menyakiti sesama muslim
dengan berbagai tuduhan-tudahan yang mengiris hati saudaranya.
7. Sebagai sarana syiar Islam
Tahlilan juga sebagai sarana penyebaran Islam yang sangat ampuh,
disamping juga dalam menampakkan syiar Islam, sehingga masyarakat muslim
terlihat jelas dengan kebiasaan yang ada dilingkungannya. Syiar seperti
inilah yang telah dilakukan oleh para nenek moyang seperti walisongo
dan yang lainnya. Itulah bentuk ketakwaan yang telah Allah Subhanahu wa
Ta’alaa nyatakan didalam al-Qur’an :
وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah , maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. al-Hajj : 32)
9. Shadaqah (menggalakkan shadaqah bagi yang mampu).
الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan
sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. an-Anfaal :
3)
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ
“Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali
Imran : 92)
وَالصَّلَاةُ نُورٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
“shalat adalah nur, shadaqah adalah bukti (burhan), shabar adalah
sinar, dan al-Qur’an adalah hujjah bagimu atau terhadapmu”. [41]
10. Terkait dengan memulyakan tamu (ikramudl dlaif) : dalam rangka
memulyakan (menghormati) tamu yang hadir, biasanya tuan rumah
menghidangkan beberapa makanan ringan, motivasi seperti ini merupakan
anjuran sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ،
“barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka mulyakanlah tamunya”. [42]
11. Niat baik dan ucapan yang baik : tujuan-tujuan melakukan tahlilan
tentunya tidak lepas dari niat shalih, baik dari sisi tuan rumah seperti
dalam rangka mengajak kaum muslimin untuk mendo’akan saduaranya yang
meninggal dunia, menghormati tamu, menshadaqahkan hartanya sendiri yang
pahalanya dihadiahkan untuk keluarganya yang meninggal dan lain
sebagainya. Ataupun dari sisi kaum muslimin yang hadir, juga dalam
rangka mendo’akan saudaranya yang telah meninggal, memenuhi undangan,
menghibur keluarga almarhum dan lain sebagainya. Niat baik inilah yang
dinilai serta apa yang diucapkan tidak akan pernah sia-sia, sebagaimana
sabda Nabi shallalllahu ‘alayhi wa sallam :
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“sesungguhnya amal-amal tergantung dengan niatnya” [43]
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ،
فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ
عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا
كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ
ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ
يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ
هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً
“Sesungguhnya Allah mencatat kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan,
kemudian menjelakan yang demikian, maka barangsiapa yang berkeinginan
melakukan kebaikan namun tidak sampai melakukannya niscaya Allah akan
mencatatkan untuknya kebaikan yang sempurna, maka jika ia berkeinginan
dengannya kemudian melakukannya niscaya Allah akan mencatatkan untuknya
sepuluh macam kebaikan sampai 700 kali lipat kemudian hingga
berlipat-lipat yang banyak ; barangsiapa yang berkeinginan melakukan
keburukan namun ia tidak mengerjakannya niscaya Allah mencatatkan
untuknya kebaikan yang sempurna, namun jika ia mengerjakannya niscaya
Allah mencatatkan untuknya satu macam keburukan”. [44]
مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (QS. al-Qaaf : 18)
مَن كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعاً إِلَيْهِ
يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan
itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal
yang saleh dinaikkan-Nya” (QS. al-Fathir : 10)
12. Dan lain
sebagainya, yang tentunya tidak ada habis-habisnya kalau satu persatu
dirinci keutamaannya, maka cukup ini saja sebagai petunjuk tentang
banyaknya amalan sunnah yang diamalkan oleh kaum Muslimin yang melakukan
tahlilan, maka jika boleh dipribahasakan adalah :
“SEKALI MENDAYUNG BERIBU-RIBU PULAU TERLAMPAU”
Semoga tulisan ini bermanfaat, dan jangan sampai kita meninggalkan
kebiasaan yang baik seperti ini, apalagi menyesatkan yang mengamalkan
seluruhnya, na’udzubillah.
Wallahu A’lam
Catatan Kaki :
[1] Sunan at-Turmidzi no. 3510 ; hadits ini dinilai hasan.
[2] Shahih Muslim no. 2700 ; Musnad Ahmad no. 11875
[3] Musnad Ahmad no. 12453
[4] Lihat : Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil lil-Imam al-Baidlawi [2/54]
[5] Shahih Muslim no. 804
[6] Shahih Bukhari no. 5059 & 5427 ; Shahih Muslim no. 797 ; Sunan At-Turmidzi no. 2865.
[7] Sunan Ibnu Majah no. 3780, hadits ini shahih.
[8] Shahih Bukhari no. 4474
[9] Musnad Ahmad no. 17597
[10] Shahih Muslim no. 806 ;
[11] Shahih Muslim no. 780 ;
[12] Musnad Ahmad no. 8914.
[13] Shahih Muslim no. 810 ; Sunan Abi Daud no. 1460 ;
[14] Shahih Muslim no. 811
[15] Sunan At-Turmidzi no. 2897, Hadits hasan shahih.
[16] Sunan an-Nasaa’i no. 5430 , hadits ini shahih.
[17] Sunan an-Nasaa’i no. 1297, shahih
[18] As-Sunan al-Kubra an-Nasaai no. 10172 ;
[19] Sunan at-Turmidzi no. 484, hadits hasan ; Shahih Ibnu Hibban no. 911.
[20] Sunan Abi Daud no. 2042, hadits shahih.
[21] Shahih Muslim no. 2732.
[22] Shahih Muslim no. 2733.
[23] Al-Jami’ fil Hadits li-Ibni Wahab no. 161 ; Adabul Mufrad [624]
[24] Sunan at-Turmidzi no. 3464, hadits hasan shahih.
[25] Shahih Bukhari no. 6405
[26] Shahih Bukhari no. 6406
[27] Shahih Bukhari no. 6682 ; Muslim no. 2694
[28] Shahih Muslim no. 2695 ; Sunan At-Turmidzi no. 3597
[29] Shahih Muslim no. 2693
[30] Shahih Muslim no. 2704
[31] Muwatha’ Malik no. 715
[32] Musnad Ahmad no. 11713
[33] Shahih Muslim no. 2137
[34] Shahih Muslim no. 2696
[35] Sunan at-Turmidzi no. 3383, Hadits hasan.
[36] Shahih Bukhari no. 5986
[37] Sunan Ibni Majah no. 3251, hadits shahih
[38] Shahih Muslim no. 2585
[39] Shahih Muslim no. 2586
[40] Shahih Bukhari no. 10
[41] Shahih Muslim no. 223
[42] Shahih Bukhari no. 6018
[43] Shahih Bukhari no. 1
[44] Shahih Bukhari no. 6491
JADI, JIKA ADA ORANG YANG MELARANG DAN MENGHARAMKAN TAHLILAN, BERARTI
SAMA SAJA MEREKA MELARANG DAN MENGHARAMKAN AMALAN-AMALAN SUNNAH KANJENG
NABI (SAYYIDINA) MUHAMMAD SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM YANG DIAMALKAN
OLEH SEBAGIAN BESAR KAUM MUSLIMIN
Read More...
TAHUKAH ANTUM ? Ternyata Yang Melakukan Tahlilan Lebih Melimpah Mengamalkan Sunnah Dan Memperoleh Fadlilah