Bukti adanya tradisi tahlilan sejak zaman salaf
- 1. BUKTI-BUKTI ADANYA TRADISITAHLILAN SEJAK ZAMAN SALAF Oleh: Moh. Badrus Sholeh, M.Pd.I
- 2.
al-Mughni [2/422-424] li-Ibni Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali
••
dan sebagian dari mereka (syafi’iyyah) berkata : apabila dibacakan
al-Qur’an disamping orang mati atau menghadiahkan pahalanya kepada
orang mati, maka pahalanya bagi si pembacanya sedangkan mayyit
laksana orang yang menghadirinya, sehingga diharapkan adanya rahmat
baginya. Dan bagi kami (Hanabilah) telah menyebutkannya, bahwa
sesungguhnya membaca al-Qur’an untuk mayyit merupakan ijma’ kaum
Muslimin, sebab mereka setiap masa dan kota mereka berkumpul, mereka
membaca al- Qur’an, dan menghadiahkan pahalanya kepada orang-orang
mati diantara mereka tanpa ada yang mengingkarinya”.
- 3.
Tuhfatul Ahwadzi bisyarhi Jami’ at-Turmidzi [3/275] Abul ‘Alaa Muhammad
Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri.• Kitab ini dikarang oleh
Syaikh Abul ‘Alaa Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri.
Didalamnya terdapat beberapa riwayat terkait pembacaan al-Qur’an untuk
orang mati. Kemudian dikomentari sebagai berikut :
•• Hadits-hadits ini jika
memang dlaif, maka pengumpulannya menunjukkan bahwa yang demikian
memang asal, dan sungguh kaum Muslimin tidak pernah meninggalkan
amalan tersebut pada setiap masa dan kota, mereka berkumpul dan
membaca al-Qur’an untuk orang-orang mati diantara mereka tanpa ada
yang mengingkari maka jadilah itu sebagai Ijma’.”
- 4. al-Hawi
al-Fatawi [2/234] lil-Imam al- Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi•
Didalam al-Hawi lil-Fatawi disebutkan :
•• Sesungguhnya sunnah memberikan
makan selama 7 hari, telah sampai kepadaku bahwa sesungguhnya amalan
ini berkelanjutan dilakukan sampai sekarang (yakni masa al-Hafidz
sendiri) di Makkah dan Madinah. Maka secara dhahir, amalan ini tidak
pernah di tinggalkan sejak masa para shahabat Nabi hingga masa kini
(masa al-Hafidz as-Suyuthi), dan sesungguhnya generasi yang datang
kemudian telah mengambil amalan ini dari pada salafush shaleh hingga
generasi awal Islam. Dan didalam kitab-kitab tarikh ketika
menuturkan tentang para Imam, mereka mengatakan “manusia (umat Islam)
menegakkan amalan diatas kuburnya selama 7 hari dengan membaca
al-Qur’an’
- 5. Kasyful Astaar lil-‘Allamah al-Jalil
Muhammad Nur al-Buqisi• persaksian (saksi mata) adanya kegiatan
kenduri 7 hari di Makkah dan Madinah sejak dahulu kala. Hal ini
kembali di kisahkan oleh al-‘Allamah al-Jalil asy-Syaikh al-Fadlil
Muhammad Nur al-Buqis didalam kitab beliau yang khusus membahas
kegiatan tahlilan (kenduri arwah) yakni “Kasyful Astaar” dengan
menaqal perkataan Imam As-Suyuthi :
••
Sungguh sunnah memberikan makan selama 7 hari, telah sampai informasi
kepadaku dan aku menyaksikan sendiri bahwa hal ini (kenduri memberi
makan 7 hari) berkelanjutan sampai sekarang di Makkah dan Madinah
(tetap ada) dari tahun 1947 M sampai aku kembali Indonesia tahun 1958
M. Maka faktanya amalan itu memang tidak pernah di tinggalkan sejak
zaman sahabat nabi hingga sekarang, dan mereka menerima (memperoleh)
cara seperti itu dari salafush shaleh sampai masa awal Islam. Ini
saya nukil dari perkataan Imam al-Hafidz as- Suyuthi dengan sedikit
perubahan. al-Imam al-Hafidz As-Suyuthi berkata : “disyariatkan
memberi makan (shadaqah) karena ada kemungkinan orang mati memiliki dosa
yang memerlukan sebuah penghapusan dengan shadaqah dan seumpamanya,
maka jadilah shadaqah itu sebagai bantuan baginya untuk meringankan
dosanya agar diringankan baginya dahsyatnya pertanyaan kubur,
sulitnya menghadapi menghadapi malaikat, kebegisannyaa dan
gertakannya”.
- 1. BUKTI-BUKTI ADANYA TRADISITAHLILAN SEJAK ZAMAN SALAF Oleh: Moh. Badrus Sholeh, M.Pd.I
- 2.
al-Mughni [2/422-424] li-Ibni Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali
••
dan sebagian dari mereka (syafi’iyyah) berkata : apabila dibacakan
al-Qur’an disamping orang mati atau menghadiahkan pahalanya kepada
orang mati, maka pahalanya bagi si pembacanya sedangkan mayyit
laksana orang yang menghadirinya, sehingga diharapkan adanya rahmat
baginya. Dan bagi kami (Hanabilah) telah menyebutkannya, bahwa
sesungguhnya membaca al-Qur’an untuk mayyit merupakan ijma’ kaum
Muslimin, sebab mereka setiap masa dan kota mereka berkumpul, mereka
membaca al- Qur’an, dan menghadiahkan pahalanya kepada orang-orang
mati diantara mereka tanpa ada yang mengingkarinya”.
- 3.
Tuhfatul Ahwadzi bisyarhi Jami’ at-Turmidzi [3/275] Abul ‘Alaa Muhammad
Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri.• Kitab ini dikarang oleh
Syaikh Abul ‘Alaa Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri.
Didalamnya terdapat beberapa riwayat terkait pembacaan al-Qur’an untuk
orang mati. Kemudian dikomentari sebagai berikut :
•• Hadits-hadits ini jika
memang dlaif, maka pengumpulannya menunjukkan bahwa yang demikian
memang asal, dan sungguh kaum Muslimin tidak pernah meninggalkan
amalan tersebut pada setiap masa dan kota, mereka berkumpul dan
membaca al-Qur’an untuk orang-orang mati diantara mereka tanpa ada
yang mengingkari maka jadilah itu sebagai Ijma’.”
- 4. al-Hawi
al-Fatawi [2/234] lil-Imam al- Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi•
Didalam al-Hawi lil-Fatawi disebutkan :
•• Sesungguhnya sunnah memberikan
makan selama 7 hari, telah sampai kepadaku bahwa sesungguhnya amalan
ini berkelanjutan dilakukan sampai sekarang (yakni masa al-Hafidz
sendiri) di Makkah dan Madinah. Maka secara dhahir, amalan ini tidak
pernah di tinggalkan sejak masa para shahabat Nabi hingga masa kini
(masa al-Hafidz as-Suyuthi), dan sesungguhnya generasi yang datang
kemudian telah mengambil amalan ini dari pada salafush shaleh hingga
generasi awal Islam. Dan didalam kitab-kitab tarikh ketika
menuturkan tentang para Imam, mereka mengatakan “manusia (umat Islam)
menegakkan amalan diatas kuburnya selama 7 hari dengan membaca
al-Qur’an’
- 5. Kasyful Astaar lil-‘Allamah al-Jalil
Muhammad Nur al-Buqisi• persaksian (saksi mata) adanya kegiatan
kenduri 7 hari di Makkah dan Madinah sejak dahulu kala. Hal ini
kembali di kisahkan oleh al-‘Allamah al-Jalil asy-Syaikh al-Fadlil
Muhammad Nur al-Buqis didalam kitab beliau yang khusus membahas
kegiatan tahlilan (kenduri arwah) yakni “Kasyful Astaar” dengan
menaqal perkataan Imam As-Suyuthi :
••
Sungguh sunnah memberikan makan selama 7 hari, telah sampai informasi
kepadaku dan aku menyaksikan sendiri bahwa hal ini (kenduri memberi
makan 7 hari) berkelanjutan sampai sekarang di Makkah dan Madinah
(tetap ada) dari tahun 1947 M sampai aku kembali Indonesia tahun 1958
M. Maka faktanya amalan itu memang tidak pernah di tinggalkan sejak
zaman sahabat nabi hingga sekarang, dan mereka menerima (memperoleh)
cara seperti itu dari salafush shaleh sampai masa awal Islam. Ini
saya nukil dari perkataan Imam al-Hafidz as- Suyuthi dengan sedikit
perubahan. al-Imam al-Hafidz As-Suyuthi berkata : “disyariatkan
memberi makan (shadaqah) karena ada kemungkinan orang mati memiliki dosa
yang memerlukan sebuah penghapusan dengan shadaqah dan seumpamanya,
maka jadilah shadaqah itu sebagai bantuan baginya untuk meringankan
dosanya agar diringankan baginya dahsyatnya pertanyaan kubur,
sulitnya menghadapi menghadapi malaikat, kebegisannyaa dan
gertakannya”.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar